Merespon pembahasan daftar usulan Program Legislasi Nasional pada akhir November 2015 di DPR RI yang akan mengesahkan Program Legislasi Nasional tambahan jangka menengah danProgram Legislasi Nasional Prioritas 2016, KomisiNasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan(Komnas Perempuan) menyerukan kepada DPR RI dan Pemerintah untuk memberikan dukunganterhadap hadirnya payung hukum yang memberikan perlindungan komprehensif bagikorban kekerasan seksual melalui RancanganUndang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual adalahikhtiar dari masyarakat sipil di Indonesia yang difasilitasi oleh Komnas Perempuan beserta mitrayang terlibat dalam penyusunan draft RUU ini. RUU ini hadir dengan harapan untuk mengatasi segenappersoalan yang terjadi dalam sistem peradilanpidana penanganan kasus kekerasan seksual; ketidaktersediaan layanan pemulihan yang komprehensif bagi korban, keluarga dankomunitasnya; sekaligus untuk menciptakan sistempencegahan kekerasan seksual oleh LembagaNegara, Korporasi dan Lembaga Masyarakat.
Persoalan kekerasan seksual adalah masalahbersama bangsa ini yang memerlukan penangananmenyeluruh tanpa penundaan. Setiap orang rentanmenjadi korban kekerasan seksual, terutamaperempuan dan anak-anak, baik anak laki-lakiterlebih lagi anak perempuan. PendokumentasianKomnas Perempuan terhadap kasus kekerasanterhadap perempuan sepanjang 1998 – 2010 menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksualberjumlah hampir seperempat dari seluruh total kasus kekerasan. Dari total 400.939 kasuskekerasan yang dilaporkan, sebanyak 93.960 kasusdi antaranya merupakan kasus kekerasan seksual.[1] Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2012 menunjukkan bahwa setiap hari sedikitnya 35 perempuan (termasuk anak perempuan) mengalami kekerasan seksual. Berdasarkan rata-rata kasus yang dicatat dalam Catatan TahunanKomnas Perempuan sampai dengan tahun 2012, dapat disimpulkan bahwa setiap 2 jam ada 3 perempuan Indonesia yang menjadi korbankekerasan seksual. [2] Data ini tercatat sebagaidata kasus kekerasan seksual yang dilaporkan, di luar data ini disadari bahwa kasus yang dilaporkanakan selalu lebih besar (fenomena puncak gununges).
Pendokumentasian Forum Pengada Layanansepanjang tahun 2014 di 9 provinsi menyebutkanbahwa 45 persen korban kekerasan seksual masihberusia di bawah 18 tahun. Sebanyak 85% pelakukekerasan seksual terhadap perempuan adalahorang terdekat seperti orang tua, saudara, suami, pacar, tetangga, teman dan guru. Sebanyak 100% perempuan yang menjadi korban kekerasanseksual sudah dipilih dan atau ditarget oleh parapelakunya. Dan sebanyak 43 persen kekerasanseksual dilakukan dengan ancaman/intimidasi dankekerasan serta 57% dengan tipu muslihat. Fakta di lapangan dalam penanganan perempuan korbankekerasan seksual ditemukan bahwa banyak kasuskekerasan seksual tidak dipidanakan, aturanpembuktian yang menyulitkan perempuan korbanmengakses keadilan, sehingga menyebabkanterjadinya impunitas pelaku, reviktimisasi korbandan berulangnya kekerasan seksual terhadapperempuan. Artinya bahwa hukum dan sistempenanganan yang ada saat ini tidak cukup untukmencegah kasus kekerasan seksual, menghukumpara pelakunya, melindungi hak-hak parakorbannya, serta mentransformasi masyarakat danbudaya hukum terkait kekerasan seksual.
Demi mewujudkan masa depan bangsa Indonesia yang terbebas dari berbagai bentuk kekerasantermasuk kekerasan seksual, maka tugas Negara melalui Lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatifuntuk membangun sistem pencegahan danpenanganan terpadu yang berorientasi padapemenuhan hak korban kekerasan seksual ataskebenaran, keadilan dan pemulihan.
Source : http://www.komnasperempuan.or.id/siaran-pers-hadirkan-ruu-penghapusan-kekerasan-seksual-dalam-program-legislasi-nasional-prolegnas-tambahan-jangka-menengah-dan-prolegnas-prioritas-2016/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar