Sabtu, 26 Desember 2015
Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan
Sabtu, 19 Desember 2015
Hadirkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Program Legislasi Nasional
Merespon pembahasan daftar usulan Program Legislasi Nasional pada akhir November 2015 di DPR RI yang akan mengesahkan Program Legislasi Nasional tambahan jangka menengah danProgram Legislasi Nasional Prioritas 2016, KomisiNasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan(Komnas Perempuan) menyerukan kepada DPR RI dan Pemerintah untuk memberikan dukunganterhadap hadirnya payung hukum yang memberikan perlindungan komprehensif bagikorban kekerasan seksual melalui RancanganUndang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual adalahikhtiar dari masyarakat sipil di Indonesia yang difasilitasi oleh Komnas Perempuan beserta mitrayang terlibat dalam penyusunan draft RUU ini. RUU ini hadir dengan harapan untuk mengatasi segenappersoalan yang terjadi dalam sistem peradilanpidana penanganan kasus kekerasan seksual; ketidaktersediaan layanan pemulihan yang komprehensif bagi korban, keluarga dankomunitasnya; sekaligus untuk menciptakan sistempencegahan kekerasan seksual oleh LembagaNegara, Korporasi dan Lembaga Masyarakat.
Persoalan kekerasan seksual adalah masalahbersama bangsa ini yang memerlukan penangananmenyeluruh tanpa penundaan. Setiap orang rentanmenjadi korban kekerasan seksual, terutamaperempuan dan anak-anak, baik anak laki-lakiterlebih lagi anak perempuan. PendokumentasianKomnas Perempuan terhadap kasus kekerasanterhadap perempuan sepanjang 1998 – 2010 menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksualberjumlah hampir seperempat dari seluruh total kasus kekerasan. Dari total 400.939 kasuskekerasan yang dilaporkan, sebanyak 93.960 kasusdi antaranya merupakan kasus kekerasan seksual.[1] Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2012 menunjukkan bahwa setiap hari sedikitnya 35 perempuan (termasuk anak perempuan) mengalami kekerasan seksual. Berdasarkan rata-rata kasus yang dicatat dalam Catatan TahunanKomnas Perempuan sampai dengan tahun 2012, dapat disimpulkan bahwa setiap 2 jam ada 3 perempuan Indonesia yang menjadi korbankekerasan seksual. [2] Data ini tercatat sebagaidata kasus kekerasan seksual yang dilaporkan, di luar data ini disadari bahwa kasus yang dilaporkanakan selalu lebih besar (fenomena puncak gununges).
Pendokumentasian Forum Pengada Layanansepanjang tahun 2014 di 9 provinsi menyebutkanbahwa 45 persen korban kekerasan seksual masihberusia di bawah 18 tahun. Sebanyak 85% pelakukekerasan seksual terhadap perempuan adalahorang terdekat seperti orang tua, saudara, suami, pacar, tetangga, teman dan guru. Sebanyak 100% perempuan yang menjadi korban kekerasanseksual sudah dipilih dan atau ditarget oleh parapelakunya. Dan sebanyak 43 persen kekerasanseksual dilakukan dengan ancaman/intimidasi dankekerasan serta 57% dengan tipu muslihat. Fakta di lapangan dalam penanganan perempuan korbankekerasan seksual ditemukan bahwa banyak kasuskekerasan seksual tidak dipidanakan, aturanpembuktian yang menyulitkan perempuan korbanmengakses keadilan, sehingga menyebabkanterjadinya impunitas pelaku, reviktimisasi korbandan berulangnya kekerasan seksual terhadapperempuan. Artinya bahwa hukum dan sistempenanganan yang ada saat ini tidak cukup untukmencegah kasus kekerasan seksual, menghukumpara pelakunya, melindungi hak-hak parakorbannya, serta mentransformasi masyarakat danbudaya hukum terkait kekerasan seksual.
Demi mewujudkan masa depan bangsa Indonesia yang terbebas dari berbagai bentuk kekerasantermasuk kekerasan seksual, maka tugas Negara melalui Lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatifuntuk membangun sistem pencegahan danpenanganan terpadu yang berorientasi padapemenuhan hak korban kekerasan seksual ataskebenaran, keadilan dan pemulihan.
Source : http://www.komnasperempuan.or.id/siaran-pers-hadirkan-ruu-penghapusan-kekerasan-seksual-dalam-program-legislasi-nasional-prolegnas-tambahan-jangka-menengah-dan-prolegnas-prioritas-2016/
Kamis, 10 Desember 2015
Laki-Laki Harus Ikut Tangani Perempuan Korban Kekerasan
Penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan perlu peranan laki-laki, baik dalam kerangka pencegahan maupun pemulihan kondisi korban. Hal itu penting meski pelaku kekerasan masih didominasi kaum pria, terutama kerabat dekat korban.
Direktur Nurani Perempuan Women's Crisis Center (NP-WCC) Sumatera Barat (Sumbar) Yefri Heriani menerangkan, salah satu peranan yang bisa dilakukan laki-laki adalah melindungi perempuan dalam proses hukum. Laki-laki, kata dia, bisa menjadi pelindung saat korban melaporkan tindakan pelecehan yang dialaminya kepada polisi.
"Rata-rata masyarakat kita masih takut dan menganggap ini (pelecehan) sebagai aib. Padahal, ini bisa dilaporkan dan dibawa ke ranah hukum. Laki-laki bisa ambil peran di sana," terang Yefri di depan Kantor DPRD Sumbar, Rabu (25 November 2015).
Analisis NP-WCC atas sejumlah kasus kekerasan yang ditangani menunjukkan, upaya pencegahan dan pemulihan korban kekerasan seksual oleh laki-laki tergolong lemah.
Yefri menyatakan, rata-rata dukungan yang diberikan keluarga dan masyarakat sekitar masih kurang memiliki perspektif gender yang baik. Masyarakat masih banyak yang menganggap penanganan dan aksi pencegahan kekerasan seksual merupakan tanggung jawab perempuan saja.
"Sudah saatnya kita bergandengan tangan, bahu membahu untuk melakukan perlindungan, pencegahan dan pemulihan terhadap korban kekerasan seksual. Ini bukan tanggung jawab perempuan saja, laki-laki juga bertanggung jawab untuk melindungi para ibu, kakak, adik, istri dan anak perempuan mereka," cetus Yefri.
Ia menegaskan, cara pandang laki-laki terhadap perempuan harus diubah. Laki-laki, kata dia, tidak boleh lagi memandang perempuan sebagai objek ataupun komoditas.
"Laki-laki sudah seharusnya mengubah cara pandangnya terhadap perempuan.Kekerasan seksual harus kita cegah sejak dalam pikiran," sahut dia.
Terkait hal itu, NP-WCC menyelenggarakan kampanye terkait penolakan kekerasan terhadap perempuan selama 16 hari ke depan yang dimulai sejak Rabu, 25 November 2015. Lembaga itu juga mendesak pemerintah melalui DPRD Sumbar untuk memasukkan Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016. (Din/Sun) (source : Liputan6)