Kasus kekerasan terhadap Rihanna yang dilakukan oleh pacarnya, Chris Brown, seakan membuka mata kita akanmaraknya kekerasan terhadap perempuan, baik lokal maupun internasional. Semua terkejut mendengar berita itu, karena Rihanna dan Chris Brown selalu dianggap pasangan ala ‘ fairy tale’. Keduanya masih sama-sama muda (19 dan 20 tahun), tallented, terkenal, trendsetter, dan memiliki jutaan fans (termasuk saya) di seluruh dunia yang menganggap mereka sebagai role model.
Coba Anda iseng-iseng mengetikkan keyword ‘aniaya perempuan’ atau ‘kekerasan perempuan’ di search engine internet. Ribuan artikel, berita, atau posting yang memberitakan mengenai kekerasan terhadap perempuan akan tampil dalam sekejap. Pelakunya bermacam-macam, dari mulai mereka yang berasal dari kalangan menengah ke bawah sampai orang yang berpendidikan tinggi dan memiliki status bahkan terpandang di masyarakat.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis. Perbuatan ini termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan, dan perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi. Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan gender. Ketimpangan gender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari laki-laki. Memang sejak dulu, perempuan sering diasosiasikan sebagai makhluk lemah.Tapi alih-alih dilindungi dan disayang, perempuan senantiasa jadi korban emosi dari lawan jenisnya.
Kekerasan perempuan dapat terjadi dalam tiga bentuk:
Rata-rata perempuan yang tertindas ini jarang berani bicara dan melaporkan pelaku ke kerasan tersebut.Terkadang hal ini diakibatkan dominasi dan intimidasi dari pelaku, yang biasanya mengancam akan menyakiti lebih jauh lagi, bahkan menghilangkan nyawa. Lebih dari itu, rasa ketakutan dan tekanan psikis yang berlebihan akibat perilaku buruk ini biasanya membuat perempuan merasa rendah diri dan tak berharga, sehingga ia akan mulai menganggap bahwa ia pantas diperlakukan seperti itu dan tak ada gunanya melaporkan si pelaku.
Meski sudah banyak kampanye yang digulirkan untuk me-nurunkan jumlah korban kekerasan terhadap perempuan, misalnya oleh Komnas Perempuan, tetap saja fenomena ini terus-menerus terjadi. Ternyata semakin tingginya tingkat pendidikan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat tidak membuat kekerasan terhadap perempuan menurun. Selain itu, banyak orang yang menyadari, mengetahui, bahkan menyaksikan terjadinya kekerasan terhadap perempuan mengambil sikap pasif.Alasannya macam-macam, dari mulai takut untuk maju dan membela si korban, sampai tak mau mencampuri urusan orang lain.
Jika Anda adalah salah satu korban kekerasan terhadap perempuan, inilah yang harus dilakukan untuk menyelamatkan fisik, jiwa, kewarasan, bahkan nyawa Anda. Kalau Anda mengenal perempuan yang menjadi korban kekerasan, informasikan juga hal ini kepadanya.
Catatlah saat terjadi peristiwa kekerasan. Gunakan notes, kalender, ponsel, atau komputer untuk melakukannya. Pastikan catatan Anda tersembunyi dengan aman agar pelaku tidak mengetahuinya, kalau perlu gunakan kode-kode atau ‘bahasa rahasia’ yang tidak dipahaminya.
Seorang wanita di Amerika yang memiliki suami tempramental yang abusif membuat catatan di kalendernya, setiap kali ia dipukul, ia mencatat bahwa ia ‘menyiram tanaman’, setiap kali ia dipaksa berhubungan seks, ia mencatat bahwa ia ‘menyiangi rumput liar di halaman’, dan semacamnya. Catatan ini bisa menjerat suaminya dalam dakwaan penganiyaan saat ia akhirnya memutuskan untuk melaporkan ke polisi.
Usahakan untuk membuat catatan yang lengkap, kapan terjadinya peristiwa penganiayaan, jam berapa, serta siapa saja yang menyaksikannya. Hal ini akanmemudahkan pihak yang berwajib untuk melakukan penyelidikan suatu saat nanti, dan akan bermanfaat untuk meyakinkan hakim di persidangan.
Penganiayaan fisik sering mengakibatkan luka, memar, dan trauma lainnya. Jika ini terjadi, sebaiknya Anda merekam buktinya. Gunakan kamera untuk memotret bagian tubuh yang terluka, dan simpan diam-diam, atau titipkan ke orang lain yang bisa dipercaya. Foto bisa berbicara ribuan kata, dan hal ini memang benar adanya, apalagi jika dikaitkan dengan pembuktian kasus kekerasan terhadap perempuan.
Bicaralah kepada orang lain tentang kekerasan yang terjadi. Orang itu bisa sahabat, teman, keluarga, tetangga, atau pemuka agama yang bisa Anda percayai sepenuhnya. Meski Anda merasa malu, takut, dan rendah diri, berbicara dengan orang lain akan sedikit meringankan beban di jiwa Anda. Selain itu, orang Anda ajak bicara itu dapat menjadi saksi penting atas apa yang sedang terjadi.
Melarikan diri atau kabur sejauh-jauhnya dari pelaku tindak kekerasan adalah hal yang paling wajar dan masuk akal yang dapat Anda lakukan. Meski begitu, jangan bodoh untuk lari tanpa memiliki perlindungan apapun.Pastikan Anda memiliki tujuan atau orang yang bisa membantu, terutama untuk memastikan bahwa pelaku tidak dapat menyakiti Anda lagi.
Hal yang terkait dengan poin 4 adalah mencari perlindungan dan dukungan dari orang sekitar dan masyarakat. Bagaimanapun juga kasusnya, pelaku kekerasan adalah pihak yang salah, dan korban samasekali tidak berhak menerima perlakuan seperti itu. Selain itu, terkadang masyarakat yang menjadi saksi atas peristiwa kekerasan yang berulang-ulang, misalnya dalam rumah tangga, bisa membantu menolong saat peristiwa itu berulang, caranya dengan memperingati pelaku atau melindungi si korban.
Setelah atau sebelum Anda berusaha melarikan diri dari lingkaran kekerasan ini, ada baiknya Anda menyiapkan perlindungan diri, seperti uang, tabungan, serta surat penting untuk kebutuhan pribadi dan anak. Hal ini juga termasuk menghubungi orang yang bers edia melindungi Anda untuk sementara sampai Anda dapat mandiri dan melanjutkan hidup dengan aman, jauh dari pelaku tindak kekerasan tersebut.
Inilah yang seharusnya dilakukan perempuan korban kekerasan sejak pertama kali, yakni melaporkan hal ini terhadap pihak yang berwajib. Komnas Perempuan dapat menjadi rujukan Anda, karena Komisi itu memang dibentuk untuk membantu perempuan yang menjadi korban kekerasan. Selain itu, ada berbagai women crisis center independen yang juga dapat membantu Anda keluar dari masalah ini. Jika Anda memutuskan untuk melapor ke polisi, agar laporan Anda ditindaklanjuti dengan baik, pastikan Anda memiliki paling tidak bukti kekerasan dan saksi yang bisa menguatkan pernyataan Anda. Buatlah pelakunya jera agar tidak mengulang perlakuan buruk tersebut ke Anda, atau ke orang lain.
Jika terjadi kekerasan fisik yang mengakibatkan trauma, pergilah ke dokter dan mintalah visum. Visum juga merupakan bukti kuat di pengadilan untuk menjerat pelaku tindak pidana kekerasan, karena disahkan oleh ahli medis atau dokter. Pergi ke dokter juga ditujukan untuk mengobati luka-luka yang terjadi akibat penganiyaan.
Konsultan psikologis akan membantu Anda memulihkan trauma kejiwaan dan membantu Anda meraih rasa percaya diri sebagai wanita. Sementara bicara dengan konsultan hukum tentu saja berguna jika Anda harus bersaksi di persidangan melawan pelaku kekerasan tersebut. Ada banyak konsultan yang akan membantu Anda—bahkan secara pro bono atau gratis—melalui masa-masa sulit ini.
Sebagai wanita modern, sudah saatnya kita bersikap asertif untuk berani membela diri dan hak asasi kita sebagai manusia yang sama derajatnya dengan kaum pria. Karena sekali lagi, apapun alasannya, tak ada justifikasi bagi siapapun untuk menyakiti orang lain, termasuk juga lelaki menyakiti perempuan
Source : http://niquen.net/stop-kekerasan-terhadap-perempuan/